Radit tak akan pernah lupa suara tawa Jani. Tawa lepas Jani itulah yang membuat Radit jatuh cinta pertama kalinya kepada perempuan yang--kelak--membuatnya rela menjual jiwa kepada iblis demi kebersamaan barang sesaat. Terkadang, Radit dan Jani minum air sebanyak-banyaknya untuk menipu rasa lapar. Rasa lapar juga mengantarkan mereka pada kenekatan untuk mengutil, mencuri, dan, bahkan, keinginan untuk merampok. Kebiasaan "nagih" Radit yang tak bisa ditolak membuat hidupnya dan Jani semakin menderita. Rasa cemburu pun kerap mengantar mereka pada pertengkaran. Namun, di titik puncak pertengkaran itu, mereka kembali menyerah pada cinta dan membangun kebahagiaan di atasnya. Cinta Radit dan Jani memang tak ada habis-habisnya. Namun, hidup, cobaan, dan cinta selalu berpegangan erat. Berdiri dengan saling merapat. Dengan cinta yang tak berbatas dan cobaan tanpa henti, akankah Radit dan Jani mengaku kalah dan menyerah pada hidup?