HALAMAN demi halaman buku kecil ini mengisahkan jejak langkah Andi Wijaya sebagai seorang cendekiawan dan pebisnis yang sukses membangun industri pelayanan laboratorium klinik pertama di Indonesia, Prodia. Bermula dari laboratorium sangat sederhana di Solo, di sebuah paviliun, kini Prodia melayani lebih dari dua juta pelanggan dengan pendapatan lebih dari Rp1 triliun per tahun.
“Pada awalnya semua orang mengatakan saya seperti si pungguk merindukan bulan. Tetapi saya punya keyakinan akan the power of thinking big,” ujar Andi.
Suatu kali dia pernah mengajak kalangan manajemen Prodia menginap di Hotel Waldorf Astoria dekat Broadway, Fifth Avenue, Manhattan, New York. “Di balkon lobi hotel itu, Conrad Hilton bermimpi,” kata Andi, “suatu saat hotel itu akan menjadi miliknya. Padahal ketika itu Conrad hanya punya hotel dengan satu kamar di bekas garasi. Begitu juga dengan Prodia.”
Andi pun meyakini bahwa masa depan umat manusia bertumpu pada ilmu pengetahuan. Maka, sekian persen dari keuntungan perusahaan disisihkan untuk membiayai program-program penelitian, publikasi ilmiah, dan beasiswa di bidang kesehatan. Per tahun, tak kurang dari 1.500 seminar, diskusi, simposium, sarasehan, dan ceramah kesehatan diadakan di berbagai penjuru Tanah Air.
Kini Andi getol mengampanyekan pengobatan masa depan, next generation medicine. Apa itu? Apa pula yang dia maksud dengan falsafah bebek, yang dia terapkan dalam memimpin Prodia? Ditulis secara ringan dan mengalir, buku ini menuturkannya.