Buku ini bergenre reportase sejarah. Narasi tuturnya ringan. Alurnya filmis. Penuh daya kejut.
Bercerita tentang Kepala Intelijen Kaigun Bukanfu (Dinas Perhubungan Angkatan Laut Jepang), Tomegoro Yoshizumi yang dibai’at menjadi Indonesia oleh Tan Malaka, 25 Agustus 1945--seminggu setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Tan Malaka memberinya nama Arif.
Prosesi pembai’atan dilangsungkan di rumah Ahmad Soebardjo, Jalan Cikini Raya 82, Menteng, Jakarta Pusat.
Bung Arif—demikian kalangan gerilyawan kemerdekaan Indonesia memanggilnya di kemudian hari--langsung memainkan peran sebagai seorang Indonesia. Dia menyelundupkan barang-barang berharga dari kantor Laksamana Maeda. Dijual di pasar loak. Hasilnya di-“cak rata” dengan Tan Malaka. Untuk dana perjuangan.
Bung Arif-lah orang yang mendampingi Tan Malaka ke Bayah, Banten menjemput naskah Madilog yang legendaris itu. Di penghujung 1945, dia mengorganisir buruh galangan kapal PT PAL, Surabaya; mendirikan pabrik dan bengkel senjata untuk didistribusikan kepada pejuang-pejuang di garis depan. Awal 1946, ketika meninjau pabrik dan bengkel senjata itu, Bung Karno terkagum-kagum.
Bung Arif juga mengorganisir bekas serdadu Jepang menjadi Indonesia. Para serdadu itu membentuk satuan tempur bernama Pasukan Gerilya Istimewa (PGI). Bung Arif dipilih menjadi komandan PGI dan wakil komandannya Ichiki Tatsuo, mantan Pemimpin Redaksi koran Asia Raya.
Agustus 1948, sewaktu gerilya memimpin PGI, Bung Arif gugur di Blitar, Jawa Timur. Pusaranya di Taman Makam Pahlawan, Blitar. Tak
... Baca Selengkapnya