Pencarian

Kata Kunci
金丰南 赠送 土器 纽约大都会艺术博物馆
Format
Soft Cover
Bahasa
Indonesia
Penulis
Tempo

Hasil: 61 - 80 dari 88
GRIDLIST
61.
Soft Cover, November 2015
Stock tidak tersedia
Ketika masih muda, saat pikiran kritisnya masih berdistraksi, ia bertanya kepada seorang ulama “apakah Adam dan Hawa memiliki pusar?” Ulama itu menjawab “ada, karena mereka juga manusia.” “Kalau punya pusar, sebagaimana halnya kita, itu tandanya mereka dila- hirkan oleh seorang ibu." Kemudian ulama itu tidak dapat menimpalinya kembali. Agus Salim merupakan seorang diplomat, ia seorang yang sangat cerdik dan pendebat ulung. Seorang alim yang kritis dan ulama yang moderat. Ialah ...
62.
No Image Available
Soft Cover, Agustus 2015
Stock tidak tersedia
LELAKI cadel itu tak pernah bisa melafalkan huruf “r” dengansempurna. Ia “cacat” wicara tapi dianggap berbahaya. Rambutnya lusuh. Pakaiannya kumal. Celananya seperti tak mengenal sabun dan setrika. Ia bukan burung merak yang mempesona. Namun, bila penyair ini membaca puisi di tengah buruh dan mahasiswa, aparat memberinya cap sebagai agitator, penghasut. Selebaran, poster, stensilan, dan buletin propaganda yang ia bikin tersebar luas di kalangan buruh dan petani. ...
63.
Seri Tempo: Njoto oleh Tempo
Soft Cover, Agustus 2015
Stock tidak tersedia
IA berada dari orang komunis pada umumnya. Ia necis serta piawai bermain biola dan saksfon. Ia menikmati musik simfoni, menonton teater, dan menulis puisi yang tak melulu “pro-rakya”. Ia menghapus The Old Man and teh Sea-film yang diangkat dari novel Ernest Hemingway-dari daftar film Barat yang diharamkan Partai Komunis Indonesia. Ia mengjayati Marxisme dan Leninisme, tapi tak menganggap yang “kapitalis” harus selalu dimusuhi. Kisah tentang Njoto adalah satu cerita tentang ...
64.
No Image Available
Seri Tempo: Musso oleh Tempo
Soft Cover, Agustus 2015
Stock tidak tersedia
BANYAK orang mengenalnya sebagai tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam pemberontakan 1926 dan 1948. Yang pertama aksi PKI menentang pemerintah kolonial Belanda. Yang terakhir gerakan PKI di Madiun, Jawa Timur, melawan peme rintah pusat. Dialah Musso, anak Kediri yang ketika kecil dikenal rajin mengaji. Mendapat pendidikan politik ketika indekos di rumah H.O.S. Tjokroaminoto, sepak terjangnya di masa-masa awal kemerdekaan tidak bisa diremehkan. Peran politik Musso bisa disejajarkan ...
65.
No Image Available
Seri Tempo: Aidit oleh Tempo
Soft Cover, Agustus 2015
Stock tidak tersedia
BERTAHUN-TAHUN orang mengenalnya sebagai ”si jahat”. Lelaki gugup berwajah dingin dengan bibir yang selalu berlumur asap rokok. Dialah Dipa Nusantara Aidit yang dikenal mela lui film Pengkhianatan G-30-S/PKI. Di layar perak kita ngeri membayangkan sosoknya: lelaki penuh muslihat, dengan bibir bergetar memerintahkan pembunuhan massal 1965. Siapakah Aidit? Memimpin PKI pada usia 31, ia hanya perlu setahun untuk melambungkan partai itu dalam kategori empat partai besar di Indonesia ...
66.
Soft Cover, Juli 2015
Stock tidak tersedia
Ia orang pertama yang menulis konsep Republik Indonesia. Muhammad Yamin menjulukinya ”Bapak Republik Indonesia”. Sukarno menyebutnya ”seorang yang mahir dalam revolusi”. Tapi hidupnya berakhir tragis di ujung senapan tentara republik yang didirikannya. Tan melukis revolusi Indonesia dengan bergelora. Sukarno pernah menulis testamen politik yang berisi wasiat penyerahan kekuasaan kepada empat nama--salah satunya Tan Malaka--apabila Bung Karno dan Bung Hatta mati atau ...
67.
Seri Tempo: Sjahrir oleh Tempo
Soft Cover, Juli 2015
Stock tidak tersedia
Mendesak Sukarno-Hatta untuk memproklamasi- kan kemerdekaan, Sutan Sjahrir justru absen dari peristiwa besar itu. Dia memilih jalan elegan untuk meng halau penjajah: jalur diplomasi—cara yang di tentang tokoh lain yang lebih radikal. Ideologi- nya, antifasis dan antimiliter, dikritik hanya untuk kaum terdidik. Ia dituduh elitis. Sejatinya, Sjahrir juga turun ke gubuk-gubuk, ber- keliling Tanah Air menghimpun kader Partai Sosialis Indonesia. Sejarah telah menyingkirkan peran ...
68.
No Image Available
Seri Tempo: Hatta oleh Tempo
Soft Cover, Juli 2015
Stock tidak tersedia
JIKA masih hidup, dan diminta melukiskan situasi sekarang, Mohammad Hatta hanya perlu mencetak ulang tulisannya yang terbit pada 1962: “Pembangunan tak berjalan sebagaimana semesti nya.... Perkembangan demokrasi pun telantar karena percekcokan politik senantiasa. Pelaksanaan otonomi daerah terlalu lamban sehingga memicu pergolakan daerah”. Demokrasi dapat berjalan baik, menurut Hatta, jika ada rasa tanggung jawab dan toleransi di ...
69.
Seri Tempo: Sukarno oleh Tempo
Soft Cover, Juli 2015
Stock tidak tersedia
Empat puluh tahun sejak Sukarno meninggal, nama serta wajahnya tidak pernah benar-benar lumat ter- kubur. Kampanye puluhan tahun Orde Baru untuk membenamkannya justru hanya mem perkuat ke- nangan orang akan kebesaran nya. Sukarno tak pernah berhenti menjadi ikon revolusi nasional Indonesia yang paling me nonjol—mung kin seperti Che Guevara bagi Kuba. Di banyak rumah, foto-fotonya, kendati dalam kertas yang sudah me- nguning di balik kaca pigura yang buram, tidak per- nah ...
70.
Soft Cover, Juli 2015
Stock tidak tersedia
Keberagaman masakan Indonesia tak muncul begitu saja. Orang Manado menyukai cabai seperti mereka menyukai garam tentu bukan karena Tuhan menciptakan lidah mereka berbeda dengan lidah orang Yogyakarta. Ada cerita di balik itu semua. Ada kisah kenapa orang Maluku tidak terlalu banyak memakai rempah, padahal negeri mereka merupakan tempat tumbuh berbagai jenis tanaman beraroma itu. Berkeliling ke tujuh penjuru negeri--Maluku Utara, Aceh, Sumatra Barat, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Sulawesi ...
71.
Soft Cover, Maret 2015
Stock tidak tersedia
72.
Soft Cover, Maret 2015
Stock tidak tersedia
Selayaknya tokoh hebat lain, Benny Moerdani juga seorang pejuang sejati, pembela ibu pertiwi. Seperti tak adalah palang yang terlalu menakutkan untuknya, Leonardus Benjamin Moerdani berada di barisan paling depan dalam pemberontakan PRRI/Permessta (1958), dan pula menjadi ikon pembebasan Irian Barat (1962). Di bawah kepemimpinan Soeharto, ia menjadi tokoh yang kontroversial. Selain namanya terkenal sebagai jenderal yang garang, ia juga pandai berdiplomasi. Namun, masa akhir hidupnya ...
73.
Soft Cover, April 2014
Stock tidak tersedia
Mengawali karier militer sebagai serdadu Belanda, Ali Moertopo adalah simpul penting Soeharto dan politik Order Baru. Dia intel, aktivis dan politikus. Ali Moertopo membuka jalan bagi kekuasaan Soeharto. Dia meremukkan demokrasi justru ketika Indonesia tengah meninggalkan otoritarianisme Bung Karno. Ia menggelar pelbagai operasi khusus: membuat partai politik untuk membesarkan Golkar, menciptakan fobia pada Islam dengan merangkul kelompok Islam radikal. Ali membuat politik tampil dalam wujud ...
74.
Soft Cover, Januari 2014
Stock tidak tersedia
Pada 17 Agustus 1950, di Jakarta, sejumlah seniman dan politikus membentuk Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Melalui konsep seni untuk rakyat, Lekra mengajak para pekerja kebudayaan mengabdikan diri untuk revolusi Indonesia. Hubungannya yang erat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) menyeret lembaga ini ke tengah pusaran konflik politik. Ketika PKI digdaya, yang bukan Lekra diganyang. Sebaliknya, ketika zaman berubah, khususnya pasca Geger 1965, yang Lekra ...
75.
Seri Tempo: Agus Salim oleh Tim Tempo
Soft Cover, September 2013
Stock tidak tersedia
Ketika masih muda, dia pernah bertanya kepada seorang ulama: apakah Adam dan Hawa memiliki pusar? Ulama itu menjawab: ada, karena mereka juga manusia. “Kalau punya pusar, sebagaimana halnya kita, itu tandanya mereka dilahirkan oleh seorang ibu.” Ulama itu tiada dapat menimpali. Kali lain, di atas kapal Renville, ia membuat utusan Belanda yang menuduh RI menyalahi kesepakatan Linggarjati bungkam: “Apakah aksi militer yang Tuan lancarkan terhadap kami sesuai dengan Perjanjian ...
76.
Soft Cover, Agustus 2013
Stock tidak tersedia
Sejak dibentuk pada 2003, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sudah mengirim ratusan koruptor ke bui: bupati, walikota, gubernur, anggota DPR, duta besar, pejabat kepolisian, pun besan presiden. Tercatat lebih dari 500 kasus pernah diselidiki; Rp153 triliun uang negara diselamatkan. KPK menjelma momok di mata para pelaku rasuah dan pendukungnya. Komisi ini terus-menerus coba dilemahkan. Telah 17 kali UU KPK digugat di Mahkamah Konstitusi. Dua pemimpin KPK—Bibit Samad Rianto dan Chandra ...
77.
Soft Cover, Agustus 2013
Stock tidak tersedia
Sesungguhnya dia punya pilihan gampang dan menyenangkan. Dengan gelar Meester in de Rechten dari Universitas Leiden, ia tak kurang suatu apa untuk menjadi kaya raya dan sejahtera. Namun, Yap Thiam Hien memilih jalan lain. Misalnya: Ketika kantor pengacara lain mengenakan tarif Rp40 juta per klien, biaya yang dikutip Yap hanya Rp5-10 juta. Tak jarang ia menggratiskan jasa kepengacaraannya. Pembelaannya memburu kebenaran, bukan sekadar kemenangan. Apalagi hanya merapat kepada siapa yang berani ...
78.
Seri Tempo: Wiji Thukul oleh Tim Tempo
Soft Cover, Juni 2013
Stock tidak tersedia
Lelaki cadel itu tak pernah bisa melafalkan huruf “r” dengan sempurna. Ia “cacat” wicara tapi dianggap berbahaya. Rambutnya lusuh. Pakaiannya kumal. Celananya seperti tak mengenal sabun dan setrika. Ia bukan burung merak yang mempesona. Namun, bila penyair ini membaca puisi di tengah buruh dan mahasiswa, aparat memberinya cap sebagai agitator, penghasut. Selebaran, poster, stensilan, dan buletin propaganda yang ia bikin tersebar luas di kalangan buruh dan ...
79.
No Image Available
Soft Cover, Juni 2013
Stock tidak tersedia
Kartini adalah kontradiksi: ia cerdas sekaligus lemah hati. Ia menyerap ide masyarakat Barat tapi tak takluk pada adat. Ia feminis yang dicurigai. Ia dianggap terkooptasi oleh ide-ide kolonial. Tapi satu yang tak bisa dilupakan: ia inspirasi bagi gerakan nasionalisme di Tanah Air. Kartini menyuarakan perubahan. Ia membawa Perjuangan perempuan pada fase yang baru, tidak Sekadar menuntut pengakuan tapi juga mengklaim Keberadaannya dalam kehidupan bangsa. Hidup Kartini begitu ...
80.
Seri Tempo: Soedirman oleh Tim Tempo
Soft Cover, Desember 2012
Stock tidak tersedia
"""Yang sakit itu Soedirman, tapi Panglima Besar tidak pernahsakit.” Pagi itu, 19 Desember 1948, Panglima Besar bangkit dan memutuskan memimpin pasukan keluar dari Yogyakarta, mengkonsolidasikan tentara,dan mempertahankan Republik dengan bergerilya. Panglima Besar sudah terikat sumpah: haram menyerah bagi tentara. Karena ikrar inilah Soedirman menolak bujukan Sukarno untuk berdiam di Yogyakarta. Dengan separuh paru-paru, ia memimpin gerilya. Selama delapan bulan, dengan ditandu, ia ...