7disabled
Stok Tidak Tersedia
Atau
Tambah ke Daftar Keinginan

Beritahukan jika produk ini tersedia kembali
Membaca Goenawan Mohamad (Soft Cover)
oleh Ayu Utami

Ketersediaan : Stock tidak tersedia

Format : Soft Cover
ISBN13 : 9786024819446
Tanggal Terbit : 24 Desember 2022
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Dimensi : 140 mm x 210 mm



Deskripsi:
Siapakah Goenawan Mohamad? Apakah ia menandai berakhirnya sebuah zaman? Zaman ketika sastra, jurnalisme, idealisme, dan perjuangan kebebasan berkelindan. Masa ketika sastrawan, wartawan, dan aktivis seringkali adalah sosok yang sama—sebagaimana GM, begitu ia biasa dipanggil. Jauh sebelumnya, kita mengenal nama-nama, antara lain, Tirto Adi Suryo di awal 1900-an, atau Mochtar Lubis di tahun 1950-an hingga 1970-an. Tradisi tritunggal wartawan-sastrawan-pejuang itu dilanjutkan GM, penyair sekaligus pemimpin Tempo, majalah berita yang didirikannya tahun 1971. Bayangkan, selama seratus tahun lebih, di sepanjang abad ke-20, kita sebenarnya terbiasa dengan bersatunya kerja wartawan, sastrawan, dan perjuangan kebebasan. Di Indonesia, itu adalah masa ketika kita belum memiliki demokrasi yang stabil. Buku ini adalah catatan yang barangkali mengantisipasi itu. Tulisan-tulisan di dalam buku ini berasal dari Seminar Membaca Goenawan Mohamad yang diadakan untuk memperingati ulang tahun GM yang ke-80. Hampir semua penulis di sini adalah mereka yang tumbuh dengan membaca tulisan-tulisan GM serta terinspirasi secara langsung olehnya. Terutama mereka yang lahir di tahun 1960-an atau awal 1970-an atau yang menghidupi dunia kesusasteraan dan kewartawanan. Sedikit sisanya adalah para sarjana filsafat generasi lebih kini yang diminta untuk mengkaji bagaimana GM menafsir pada pemikir kontemporer kontinental. Hidup Goenawan Mohamad, bisa dibilang, menggambarkan sejarah Indonesia. Ia lahir di Batang pada tahun 1941. Ketika umurnya belum setahun, balatentara Jepang masuk ke wilayah Indonesia. Ayahnya, seorang pejuang kemerdekaan republik, wafat dibunuh militer Belanda yang datang kembali setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia. Buku adalah bagian dari kehidupan di rumahnya sejak kecil. Sejak dini Goenawan Susatyo—nama yang diberikan padanya—menyukai puisi, seni, dan pemikiran. Ia membaca esai H.B. Jassin yang mengatakan bahwa sastrawan perlu faham filsafat. Ia memilih studi psikologi di Universitas Indonesia karena, ketika itu, itulah satu-satunya kampus yang menyediakan mata kuliah filsafat. Nama Goenawan Mohamad—yang diambilnya dari nama belakang abangnya, Kartono Mohamad— digunakannya pertama kali dalam sebuah puisinya. Ia bertumbuh dewasa di masa Perang Dingin. Presiden Sukarno menerapkan Demokrasi Terpimpin. Ketika itu PKI (Partai Komunis Indonesia) menguat. Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), badan kesenian di bawah PKI, mendesakkan pendekatan Realisme Sosialis dalam kesenian. Bersama beberapa seniman dan pemikir yang tak setuju atas pemaksaan politik atas seni—seperti Arief Budiman, Wiratmo Soekito, Taufik Ismail—ia ikut merumuskan dan menandatangani Manifes Kebudayaan (1963). Akibatnya, mereka diintimidasi dan sebagian kehilangan pekerjaan. Goenawan muda memutuskan mencari beasiswa ke Eropa. Ketika ia kembali ke Indonesia, situasi telah berbalik. Di bawah Presiden Jenderal Soeharto, PKI dihancurkan dan anggotanya dianiaya. Goenawan mendirikan majalah Tempo, dan menjadi pemimpin redaksinya. Sekalipun dulu diintimidasi, ia menampung dalam grup majalah Tempo beberapa sastrawan mantan anggota Lekra yang telah dibebaskan dari tahanan politik, suatu hal yang sebetulnya dilarang oleh rezim militer ketika itu. Goenawan tidak menunjukkan dendam apapun pada PKI atau Lekra, dan tidak menentang pemberian hadiah Magsaysay pada Pramoedya Ananta Toer, sastrawan yang merupakan tokoh Lekra. Ia termasuk salah tokoh seni yang diminta gubernur Jakarta Ali Sadikin untuk mendirikan Taman Ismail Marzuki (1968). Majalah Tempo mengalami beberapa pembredelan selama rezim militer. Tapi yang berdampak mendasar adalah pemberangusan tahun 1994. Kali ini Goenawan memutuskan melawan pemerintah dan menjadi bagian dari aktivis untuk demokrasi dan kebebasan pers. Ia ikut menandatangani Deklarasi Sirnagalih, yang menentang pembredelan, ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen. Di seputar peristiwa Reformasi, ia ikut mendirikan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), bahkan Partai Amanat Nasional (PAN). Kelak, setelah Reformasi terjadi dan Indonesia mengalami tantangan baru yaitu kekerasaan oleh masyarakat dan atas nama agama, ia ikut mendirikan Jaringan Islam Liberal. Tapi, gairah utamanya sejak kecil adalah pada seni dan filsafat. Ia tak berhenti menulis puisi dan esai seni dan pemikiran. Setiap minggu ia menulis “Catatan Pinggir”, esai pendek khasnya di majalah Tempo, yang sangat berpengaruh pada generasi intelektual sesudah dirinya. Saat Tempo belum dibredel, ia mendirikan Yayasan Lontar (1987) yang bekerja untuk penerjemahan sastra Indonesia ke dalam bahasa Inggris, jurnal kebudayaan Kalam (1994). Ketika Tempo telah dibredel, ia mendirikan Teater Utan Kayu—lalu disebut Komunitas Utan Kayu—sekitar tahun 1996, tempat para seniman, intelektual, dan aktivis berkumpul dan berkegiatan, baik secara terbuka maupun klandestin. Setelah Soeharto turun (1998), ia mendirikan Komunitas Salihara (2008), suatu pusat kesenian yang sangat aktif mengadakan program kesenian dan pemikiran sampai sekarang. Ia menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia sebagai Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair pada 2015.

Kategori dan Rangking Bestseller:

Tentang Ayu Utami:
Justina Ayu Utami lahir di Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968. Ia menamatkan kuliah di jurusan Sastra Rusia, Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Ia adalah seorang aktivis jurnalis dan novelis Indonesia, pernah menjadi wartawan di majalah Humor, Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Tak lama setelah penutupan Tempo, Editor dan Detik di masa Orde Baru, ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen yang memprotes pembredelan. Kini ia bekerja di jurnal kebudayaan Kalam dan di Teater Utan Kayu. Novelnya yang pertama, Saman, mendapatkan sambutan dari berbagai kritikus dan dianggap memberikan warna baru dalam sastra Indonesia.

Ayu dikenal sebagai novelis sejak novelnya Saman memenangi sayembara penulisan roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Dalam waktu tiga tahun Saman terjual 55 ribu eksemplar. Berkat Saman pula, ia mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, yang mempunyai misi mendukung dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan pembangunan. Novel keduanya, Larung, yang merupakan seri lanjutan dari novel Saman, terbit tahun 2001. Baru 7 tahun kemudian, Ayu menghasilkan novel Bilangan Fu, setelah sebelumnya sempat diselingi penerbitan kumpulan esai-nya “Si Parasit Lajang” (GagasMedia, Jakarta 2003). Baru-baru ini, Ayu meluncurkan novel terbarunya, seri Bilangan Fu, Manjali dan Cakrabirawa.

http://ayuutami.com



Buku Lainnya oleh Ayu Utami:
Halaman 1 dari 1
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Rp. 99.000
Rp. 74.250
Stock di Gudang Supplier
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Rp. 159.000
Rp. 119.250
Stock di Gudang Supplier
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Rp. 99.000
Rp. 74.250
Stock di Gudang Supplier
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Rp. 120.000
Rp. 90.000
Stock di Gudang Supplier
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Rp. 99.000
Rp. 74.250
Stock di Gudang Supplier
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Rp. 120.000
Rp. 90.000
Stock di Gudang Supplier
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Rp. 99.000
Rp. 74.250
Stock di Gudang Supplier
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Agung Setiawan S.
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Erik Prasetya, Ayu Utami
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami, dkk
(1)
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami, dkk
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami Dkk
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Ayu Utami
(3)
Stock tidak tersedia

Review Konsumen:
5 -
4 -
3 -
2 -
1 -
Jadilah yang Pertama untuk Review
Tulis Review Anda
Tulis Review Anda