Akhirnya,
ada yang cerita tentang betapa membosankannya jadi murid di sekolah.
Kalau cuma begini, mending belajar di YouTube atau beli ijazah saja,"
(Rafa, 16 tahun, Kelas XI, SMA negeri di Jakarta)

"Kadang
saya kurang sepakat dengan cara sekolah mendisiplinkan anak saya. Demi
anak, saya coba bantu dan luruskan lagi di rumah dan bicarakan dengan
pihak guru. Buku ini membuat saya makin percaya bahwa ada cara yang
lebih positif dan tanpa kekerasan yang perlu dibiasakan, (Dhani,
orangtua murid Kelas 1, SD negeri di Yogya)

"Saya
sadar bahwa membuat anak gemar belajar dan saling peduli itu penting.
Meskipun nggak mudah, malah kadang ditentang rekan sejawat, saya
berusaha terus. Alhamdulillah banyak contoh dan buktinya setelah membaca
yang ditulis Mbak Elaa, (Endah, guru madrasah swasta di Pesisir
Selatan)

"Kami berupaya membuat taman baca bagi anak
sekolah, bikin kelas juga untuk orangtua, agar mendukung anaknya belajar
serta terlibat aktif dalam pendidikan. Terima kasih jaringan Semua
Murid Semua Guru yang sudah mengumpulkan dan menceritakan siapa saja
yang selama ini bergerak di pendidikan, (Yeye, penggiat komunitas anak
dan orang- tua marginal di Makassar)

"Setiap kali
Anda membaca halaman-halamannya dan kemudian merasa apa yang kita
upayakan di pendidikan Indonesia terlalu susah, saya ingin Anda
mengingat hal lain yang juga saya percaya. Justru karena tujuan ini
susah, maka layak untuk kita perjuangkan. Kita tidak mungkin punya
pilihan untuk malas bergerak atau enggan berubah. Pencapaian akses,
kualitas, dan kesetaraan pendidikan untuk semua dan setiap anak
Indonesia bukan sekadar mimpi yang perlu dijaga, tetapi sudah kita capai
dalam wujud nyatadi sebagian daerah, sekolah, rumah, atau di mana pun
ladang kerja kita. Bukti dan praktik baik di lapangan inilah yang selalu
menjadi sumber energi setiap hari," (Najelaa Shihab, Pendidik)

*Seluruh
hasil penjualan buku Semua Murid Semua Guru 1, 2, dan 3 digunakan untuk
pengembangan komunitas dan organisasi pendidikan di Indonesia