ADALAH sebuah keberanian bagi Tasaro GK untuk membuat novel ini. Karena, kalau sempat tergelincir sedikit saja, dia bisa saja dihujat umat Islam yang sangat mengagungkan Nabi Muhammad SAW yang kisahnya diretas kembali oleh Tasaro dalam bentuk novel biografi ini.
Tasaro bukan tak menyadari hal itu. Terlebih ibunya, Umi Dariyah juga mengkhawatirkan hal ini. Namun Tasaro sudah menyiapkan jawabannya, Ibu, jika kelak ada orang yang salah paham dengan terbitnya buku ini, aku yakin itu terjadi karena mereka mencintai Kanjeng Rasul. Dan, percayalah Ibu, aku menulis buku ini disebabkan alasan yang sama.
Proses pembuatan novel ini, seperti diakui Tasaro, tidaklah mudah. Karena menurut dia, menuliskan kisah Muhammad SAW bukan sekadar mengumpulkan sudut pandang Haikal, Martin Lings, Tariq Ramadhan, Karen Armstrong, Ibun Hisyam, dan para penulis yang memahat namanya pada dinding sejarah Muhammad. Lebih dari itu, ada campur tangan-Nya dalam bentuk jejaring hidup, yang mengantarkan pria yang pernah sebagai jurnalis di Radar Bogor dan Radar Bandung ini, menulis kisah manusia agung itu.
Kekuatan spritual mendekapnya, di tengah kesadaran bahwa dirinya bukanlah seorang muslim yang taat di jalan-Nya. Hidayah itu, dari campur tangan itu, yang melahirkan jejaring spritual itu, novel ini akhirnya lahir dengan kehati-hatian karena harus minim dari kesalahan. Dan Tasaro berhasil. Berhasil dalam mengisahkan dari
... Baca Selengkapnya
1 dari 1 orang berpendapat bahwa ini bermanfaat,
Apakah review ini bermanfaat bagi Anda?