Penulis
Tempo

Format
Soft Cover (93)
(8)
Hard Cover (1)

Bahasa
Indonesia (91)
(9)

Hasil: 1 - 20 dari 104
GRIDLIST
1.
Seri TEMPO Sjahrir 2022 oleh Redaksi Tempo
Soft Cover, Maret 2022
Stock tidak tersedia
"Mendesak Sukarno-Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan, Sutan Sjahrir justru absen dari peristiwa besar itu. Dia memilih jalan elegan untuk menghalau penjajah: jalur diplomasi—cara yang ditentang tokoh lain yang lebih radikal. Ideologinya, antifasis dan antimiliter, dikritik hanya untuk kaum terdidik. Ia dituduh elitis. Sejatinya, Sjahrir juga turun ke gubuk-gubuk, berkeliling Tanah Air menghimpun kader Partai Sosialis Indonesia. Sejarah telah menyingkirkan peran besar Bung ...
2.
Soft Cover, Oktober 2017
Stock tidak tersedia
Membentang dari Anyer, Jawa Barat sampai Panarukan, Jawa Timur, Jalan Raya Pos dibangun hanya dalam setahun, 1808-1809. Kala itu, Herman Willem menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Buku ini mengisahkan liputan Tempo menyusuri ruas-ruas Jalan Raya Pos. Ada kawasan tempat perkebunan pekerja rodi di zaman Daendels, yang juga makam jenazah korban penembakan misterius Orde Baru. Terdapat pula kelenteng-kelenteng yang setiap Cap Go Meh menggelar arak-arakan melewati Jalan Pos Daendels. Tak ...
3.
Saya Zlatan oleh Zlatan Ibrahimovic & David Lagercrantz
Soft Cover, Oktober 2017
Stock tidak tersedia
Orang-orang bertanya kepada saya apa yang akan saya kerjakan kalau tidak menjadi pesepak bola. Saya tak tahu jawabannya. Mungkin saya akan menjadi penjahat. Apa pun yang wartawan katakan tentang dirinya, tak ada yang meragukan bahwa Zlatan Ibrahimović adalah salah satu bintang paling terang di lapangan sepak bola. Tak hanya tampil dominan di berbagai klub papan atas Eropa, Zlatan juga menjadi kapten tim nasional Swedia. Namun di balik kesuksesan besar dan nilai transfer serta gaji selangit ...
4.
Soft Cover, Juli 2017
Stock tidak tersedia
Mohammad Natsir orang yang puritan. Hidupnya tak berwarna-warni seperti cerita tonil. Tapi kadang kala orang yang lurus bukan tak menarik. Ia punya daya tarik sendiri: santun, bersih, konsisten, toleran, tapi teguh berpendirian. Indonesia sekarang seakan-akan hidup di sebuah lingkaran setan yang tak terputus: regenerasi kepemimpinan terjadi, tapi birokrasi dan politik yang bersih, kesejahteraan sosial yang lebih baik, terlalu jauh dari jangkauan. Natsir seolah-olah wakil sosok yang berada di ...
5.
Soft Cover, Oktober 2016
Stock tidak tersedia
Sesungguhnya dia punya pilihan gampang dan me nye - nangkan. Dengan gelar Meester in de Rechten da ri Uni ver - sitas Leiden, ia tak kurang suatu apa un tuk menjadi ka ya raya dan sejahtera. Namun, Yap Thiam Hien memilih jalan lain. Mi sal nya: Ketika kantor pengacara lain mengenakan ta rif Rp40 juta per klien, biaya yang dikutip Yap ha nya Rp5-10 juta. Tak jarang ia menggratiskan ja sa ke pe nga caraannya. Pembelaannya memburu ke be nar an, bukan sekadar keme nangan. Apalagi hanya me ra ...
6.
Soft Cover, Agustus 2017
Stock tidak tersedia
Terhampar dari Aceh hingga Papua, setiap danau alami di Indonesia memiliki kekhasan. Letaknya di puncak pegunungan ataupun terkungkung di antara lelautan. Di balik keelokan panoramanya, danau-danau memiliki cerita kehidupan masyarakat di sekitarnya. Di Danau Gunung Tujuh, Jambi, misalnya, berkembang legenda tentang Orang Pendek. Konon, menurut para leluhur yang dulu tinggal di wilayah tersebut, Orang Pendek adalah makhluk jadi-jadian. Danau Kakaban di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur, ...
7.
Soft Cover, Juli 2017
Stock tidak tersedia
Kiai Wahid, demikian dia biasa disapa, merupakan tokoh pembaru pesantren dan pendidikan Islam negeri ini. Sepulang menyantri di sejumlah pesantren di Jawa Timur dan belajar di Negeri Arab, ayah Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid ini memasukkan pendidikan umum dalam sistem pendidikan Pesantren Tebuireng. Kepiawaiannya berorganisasi dan berpolitik membuat Wahid Hasyim dipilih sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Ia ...
8.
Soft Cover, Juli 2017 Rp. 120.000 Rp. 90.000 (25% OFF)
Stock di Gudang Supplier
Bagi sebagian orang, melihat matahari terbit di Gunung Bromo atau menyelam di Bunaken sudah membosankan. Sesungguhnya, Tanah Air kita menyimpan seribu nirwana tak tersentuh nun di pelosok. Cobalah tengok Taman Nasional Teluk Cenderawasih di Kwatisore, Nabire, Papua. Hiu paus (Rhincodon typus) yang hidup di sana menjadikan pemandangan alam bawah laut yang berbeda. Ikan berbobot 9 ton dan panjang 10 meter itu lebih “jinak” dibanding ikan lainnya. Dengan menyelam atau diving, kita dapat ...
9.
Seri Tempo: Soedirman oleh Tim Tempo
Soft Cover, Desember 2012
Stock tidak tersedia
"""Yang sakit itu Soedirman, tapi Panglima Besar tidak pernahsakit.” Pagi itu, 19 Desember 1948, Panglima Besar bangkit dan memutuskan memimpin pasukan keluar dari Yogyakarta, mengkonsolidasikan tentara,dan mempertahankan Republik dengan bergerilya. Panglima Besar sudah terikat sumpah: haram menyerah bagi tentara. Karena ikrar inilah Soedirman menolak bujukan Sukarno untuk berdiam di Yogyakarta. Dengan separuh paru-paru, ia memimpin gerilya. Selama delapan bulan, dengan ditandu, ia ...
10.
Soft Cover, Oktober 2016
Stock tidak tersedia
JIKA masih hidup, dan diminta melukiskan situasi sekarang, Mohammad Hatta hanya perlu men cetak ulang tulisannya yang terbit pada 1962: “Pembangunan tak berjalan sebagaimana semes ti nya.... Perkembangan demokrasi pun telantar karena per cekcokan politik senantiasa. Pelaksanaan otono mi daerah terlalu lamban sehingga memicu pergolakan daerah”. Demokrasi dapat berjalan baik, menurut Hatta, jika ada rasa tanggung jawab dan toleransi di kalangan pemimpin politik. Sebaliknya, kata dia, ...
11.
Soft Cover, Oktober 2016
Stock tidak tersedia
Berasal dari keluarga abangan, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo menjadi pemimpin pemberontakan Darul Islam. Berbekal pengetahuan agama Islam yang digalinya secara otodidak, Kartosoewirjo memberontak demi cita -cita negara Islam. Toh, pemberontakannya telah ikut mewarnai sejarah pembentukan Republik yang masih berusia muda. Hampir lima puluh tahun setelah kematiannya, pemikiran dan cita cita mendirikan negara Islam masih bergelora di kalangan sebagian umat Islam negeri ini dan masih terus ...
12.
Soft Cover, Oktober 2016
Stock tidak tersedia
Teungku Daud Beureueh, ulama dan tokoh masyarakat karismatik Aceh, mengangkat senjata melawan pemerintah pusat pada 1953. Lalu perang datang silih berganti di Tanah Rencong hingga pergantian abad. Sungguh ironis. Teungku Daud adalah orang yang menyambut proklamasi kemerdekaan Indonesia 1945 dengan sumpah setia. Ia mencintai Indonesia merdeka: dihimpunnya dana masyarakat Aceh untuk membiayai perjuangan militer dan diplomatik RI melawan tekanan Belanda. Bung Karno bahkan menganggap Aceh ...
13.
Soft Cover, Februari 2017
Stock tidak tersedia
Mendesak Sukarno-Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan, Sutan Sjahrir justru absen dari peristiwa besar itu. Dia memilih jalan elegan untuk menghalau penjajah: jalur diplomasi—cara yang ditentang tokoh lain yang lebih radikal. Ideologinya, antifasis, dan antimiliter, dikritik hanya untuk kaum terdidik. Ia dituduh elitis. Sejatinya, Sjahrir juga turun ke gubuk-gubuk, berkeliling Tanah Air menghimpun kader Partai Sosialis Indonesia. Sejarah telah menyingkirkan peran besar Bung Kecil ...
14.
Soft Cover, Maret 2017
Stock tidak tersedia
JIKA masih hidup, dan diminta melukiskan situasi sekarang, Mohammad Hatta hanya perlu mencetak ulang tulisannya yang terbit pada 1962: “Pembangunan tak berjalan sebagaimana semestinya.... Perkembangan demokrasi pun telantar karena percekcokan politik senantiasa. Pelaksanaan otonomi daerah terlalu lamban sehingga memicu pergolakan daerah”. Demokrasi dapat berjalan baik, menurut Hatta, jika ada rasa tanggung jawab dan toleransi di kalangan pemimpin politik. Sebaliknya, kata dia, ...
15.
Soft Cover, Februari 2017
Stock tidak tersedia
"Empat puluh tahun sejak Sukarno meninggal, nama serta wajahnya tidak pernah benar-benar lumat terkubur. Kampanye puluhan tahun Orde Baru untuk membenamkannya justru hanya memperkuat kenangan orang akan kebesarannya. Sukarno tak pernah berhenti menjadi ikon revolusi nasional Indonesia yang paling menonjol—mungkin seperti Che Guevara bagi Kuba. Di banyak rumah, foto-fotonya, kendati dalam kertas yang sudah menguning di balik kaca pigura yang buram, tidak pernah diturunkan dari dinding ...
16.
Soft Cover, Februari 2017
Stock tidak tersedia
"Chairil Anwar bukanlah sastrawan yang hanya merenung di balik meja lalu menulis puisi. Sajak “Diponegoro” yang petilannya menerakan kata-kata Maju Serbu Serang Terjang, misalnya, ia tuliskan untuk menggelorakan kembali semangat juang. Melalui sajak ini, ia mengungkap sosok Diponegoro yang kuat dan liat menghadapi Belanda. Chairil tegas melawan kolonialisme. Sebuah kutipan populer yang menandakan semangat itu terambil dari puisi itu: sekali berarti, sudah itu mati. Sesudah kemerdekaan, ...
17.
Soft Cover, Februari 2017
Stock tidak tersedia
Soe Hok-gie adalah seorang pemikir yang kritis, idealis, dan pemberontak. Catatan hariannya—yang dibukukan dalam Catatan Seorang Demonstran (1983)—merangkum semangat perlawanan yang tumbuh sejak ia duduk di bangku SMP. Gie pernah mendebat guru bahasa Indonesia lantaran berbeda pendapat soal pengarang prosa “Pulanglah Dia si Anak Hilang”. Lalu semasa SMA, ia memprotes kebijakan sekolahnya yang hanya menampung siswa dengan orangtua dari kalangan pejabat. Gie sangat dikenang berkat ...
18.
Soft Cover, Oktober 2016
Stock tidak tersedia
LELAKI cadel itu tak per nah bisa melafalkan huruf “r” dengan sempurna. Ia “cacat” wicara tapi di ang gap ber ba ha ya. Rambutnya lusuh. Pakaiannya kumal. Cela na nya se perti tak mengenal sabun dan setrika. Ia bu kan bu rung merak yang mem pesona. Namun, bila penyair ini membaca puisi di te ngah bu ruh dan mahasiswa, aparat memberinya cap seba gai agi tator, peng hasut. Selebaran, poster, stensilan, dan buletin propa ganda yang ia bikin tersebar luas di kalangan bu ruh dan ...
19.
Soft Cover, Oktober 2016
Stock tidak tersedia
"Yang sakit itu Soedirman, tapi Panglima Besar tidak pernah sakit." Pagi itu, 19 Desember 1948, Panglima Besar bangkit dan memutuskan memimpin pasukan keluar dari Yogyakarta, mengkonsolidasikan tentara, dan mempertahankan Republik dengan bergerilya. Panglima Besar sudah terikat sumpah: haram menyerah bagi tentara. Karena ikrar inilah Soedirman menolak bujukan Sukarno untuk berdiam di Yogyakarta. Dengan separuh paru-paru, ia memimpin gerilya. Selama delapan bulan, dengan ditandu, ia ...
20.
Soft Cover
Stock tidak tersedia