Sebuah malapetaka besar seperti tsunami di Aceh pada tahun 2004 akan menyedot perhatian media—dan di situ pulalah ujian kemahiran jurnalistik berlangsung. Seorang wartawan harus mengerahkan segalanya: daya amatnya untuk detail, kemampuannya mengambil jarak dari peristiwa yang tragis agar faktafakta tidak tenggelam dalam emosi, dan pada saat yang sama tanpa kehilangan empati. Setelah itu, diperlukan kemampuan menyusun fakta jadi cerita untuk disampaikan kepada pembaca.
Menulis reportase lebih sulit ketimbang menulis editorial, dan menulis reportase tentang bencana apalagi.
Buku Ahmad Arif ini mencoba melintasi reportase. Ada analisis, komentar, hasil riset sejarah, dan lain-lain. Bagi saya, yang menarik justru ketika ia bercerita dari apa yang dilihatnya di lapangan. Tapi pembaca umumnya mungkin dapat memanfaatkan data selebihnya yang cukup banyak dalam buku ini.
Goenawan Mohamad, wartawan,
pemimpin redaksi pertama majalah Tempo