Ida yang dikasihi Semua suratmu, juga yang paling belakangan tanggal 19 April sudah sampai di tanganku. Semakin membaca suratmu yang kusimpan baik-baik dalam dompet semakin rinduku bertambah hendak lekas pulang....
Belahan Jiwa merupakan karya terakhir almarhum Rosihan Anwar, sebuah memoar dan kisah percintaan yang ditulis dengan iringan air mata. Bagaimana Rosihan dan Zuraida bersama-sama mengalami suka dan duka, senasib sepenanggungan, harapan dan kekecewaan, serta kesedihan yang mendalam saat kehilangan pasangannya yang merupakan belahan jiwa selama 63 tahun.
Apakah benar memoar ini merupakan permintaan maaf Rosihan kepada istri tercinta dengan mengoreksi kesalahan-kesalahannya di masa silam? Saya akui bersalah dan berdosa terhadap Ida, tidak memberikan perhatian dan care memadai, sedangkan itu seharusnya saya lakukan. Kalau dia mengatakan mengurus saya 24 hours a day, saya mesti sama mengurus Ida 24 hours a day.
Melalui buku ini, Rosihan dengan sejujurnya menceritakan seluruh kisah roman percintaan dan biografi berlatar belakang suasana masa revolusi dan awal kemerdekaan. Saat-saat pertama kali bertemu, menulis surat-surat cinta yang sangat romantis, sampai kiat-kiat membina rumah tangga hingga usia lanjut. Dilengkapi dengan foto-foto keluarga yang sebagian belum pernah dipublikasikan.
H. Rosihan Anwar (lahir di Kubang Nan Dua, Sumatera Barat, 10 Mei 1922; umur 87 tahun) adalah tokoh pers Indonesia, meski dirinya lebih tepat dikatakan sebagai sastrawan bahkan budayawan. Rosihan yang memulai karier jurnalistiknya sejak berumur 20-an, tercatat telah menulis 21 judul buku dan mungkin ratusan artikel di hampir semua koran dan majalah utama di Indonesia dan di beberapa penerbitan asing.
Anak keempat dari sepuluh bersaudara putra Anwar Maharaja Sutan, seorang demang di Padang, Sumatera Barat ini menyelesaikan sekolah rakyat (HIS) dan SMP (MULO) di Padang. Ia pun melanjutkan pendidikannya ke AMS di Yogyakarta. Dari sana Rosihan mengikuti berbagai workshop di dalam dan di luar negeri, termasuk di Yale University dan School of Journalism di Columbia University, New York, Amerika Serikat.
Rosihan telah hidup dalam 'multi-zaman'. Di masa perjuangan, dirinya pernah disekap oleh penjajah Belanda di Bukitduri, Jakarta Selatan. Kemudian di masa Presiden Soekarno koran miliknya, Pedoman pada 1961 ditutup oleh rezim saat itu. Namun di masa peralihan pemerintah Orde Baru, Rosihan mendapat anugerah sebagai wartawan sejak sebelum Revolusi Indonesia dengan mendapatkan anugerah Bintang Mahaputra III, bersama tokoh pers Jakob Oetama. Sayangnya rezim Orde Baru ini pun menutup Pedoman pada tahun 1974-kurang dari setahun setelah Presiden Soeharto mengalungkan bintang ...