Selama tahun 434-454, dua puluh tahun yang penting awal abad ke-5, nasib Kekaisaran Romawi dan masa depan negeri-negeri Eropa bergantung pada sepak terjang seorang lelaki barbar. Dialah Attila, raja bangsa Hun. Kekuasaannya membentang dari Sungai Rhine hingga Laut Hitam, dari Baltik hingga Balkan. Ditopang kekuatan barbar yang sangat hebat, kekaisarannya segera menandingi Romawi. Sejumlah serangan besar melawan Romawi
melambungkan reputasi Attila sebagai sosok penghancur. Namanya menjadi pemeo bagi barbarisme.
Namun, yang melekat padanya bukanlah barbarisme belaka. Dia menggenggam kekuasaan juga berkat karakternya yang mengagumkan serta kecerdasannya memikat jutaan pengikut setianya. Bangsa Hun menganggapnya setengah dewa, dan suku Gothic serta kelompok nomadik lainnya memujanya. Attila juga seorang politisi cerdik. Dia mengerti bagaimana memanfaatkan kelemahan kawan dan lawannya. Dengan perpaduan karakter unik ini, dia hampir saja menentukan masa depan Eropa. Pengetahuan perihal sosok yang dianggap raja agung oleh sebagian sejarawan Barat ini sungguh minim: kehidupan dan perannya dalam sejarah nyaris tak terdengar. Dan, dalam narasi sejarah yang memesona ini, John Man menampilkan sosok nyata Attila. Dari jantung tradisi nomaden bangsa Asia Tengah, John mengangkat Attila dari kubangan mitos yang menyelimuti pengetahuan kita perihal dirinya.
John Man, bermukim di London, adalah sejarawan dan travel writer dengan minat khusus ihwal Mongolia. Setelah menyelesaikan studi mengenai Jerman dan Prancis di Oxford, ia mengambil dua program sekolah pascasarjana: kajian sejarah sains di Oxford dan studi bangsa Mongol pada School of Oriental and African Studies di London.
Karyanya, Gobi: Tracking the Desert, adalah buku pertama tentang topik tersebut sejak 1920-an. Ia juga pengarang Atlas of the Year 1000, sebuah potret dunia pada pergantian milenium; Alpha Beta, tentang awal mula alfabet; The Gutenberg Revolution, sebuah telaah tentang asal-usul dan dampak percetakan; The Great Wall, buku sejarah mengenai situs keajaiban dunia di China, Tembok Besar; dan The Leadership Secrets of Genghis Khan, prinsip dan rahasia sukses kepemimpinan Jenghis Khan.
Selain itu, John Man juga menulis Genghis Khan, Kublai Khan, dan Attila the Hun--ketiganya buku mengenai biografi tokoh legendaris dalam sejarah kekaisaran kuno. Berkat karya-karya itu, John Man dengan cepat menjadi salah satu sejarawan dunia yang tulisannya paling banyak dibaca.
Saya tidak begitu menyukai sejarah.Namun perkenalan saya dengan Wolf of The Plain karangan Conn Igulden tentang masa kecil Temujin yang kelak dikenal sebagai Jenghis Khan membuat saya mulai tertarik dengan kisah para tokoh-tokoh sejarah. Buku tersebut menyajikan sosok Temujin dengan penulisan yang sangat menarik.Imajinasi saya langsung terbawa seakan menonton sebuah film. Saya mempelajari sejarah dengan cara yang membuat pikiran dan imajinasi saya mengenal sosok Temujin dengan segala latar budaya dan sejarahnya.
Begitu juga saat saya memutuskan untuk memilih buku Attila ini. Saya akan membayangkan tentang kehidupan seorang penakluk yang menjadi bagian dari sejarah peradaban masa lalu sebagaimana sosok seorang Jenghis Khan. Namun membaca buku ini justru membuat saya tidak mengenal sosok Attila sebagaimana cara pembawaan kisah yang ditulis oleh Conn Igulden. Saya disuguhi oleh hasil riset dan penulisan yang terlalu sulit untuk dipahami oleh seseorang yang tidak memiliki dasar pemahaman tentang sejarah.
Untuk mereka yang memiliki minat dalam dunia sejarah,buku ini pasti akan dengan mudah dicerna dan dipahami. Tapi untuk orang awam seperti saya, buku ini tidak membuat saya mengenal sosok Attila . Mungkin jika saya memiliki pemahaman yang cukup tentang sejarah saya tidak akan mengalami kesulitan dalam memahami informasi yang tersaji. Andainya riset dan penelitian yang ada bisa disajikan dalam bentuk ... Baca Selengkapnya