"Mimpi" Kwik akhirnya sungguh-sungguh jadi kenyataan. Sebuah mimpi yang sesungguhnya tidak kita-bahkan Kwik sendiri-harapkan. Hanya dalam hitungan bulan, badai moneter yang menerjang kawasan asia dengan cepat meluluh-lantahkan konglemerat, bahkan menyeret Ekonomi-Indonesia dan lensengsernya pemimpin rezim orde baru. Dengan ulasan yang tajam sekian tahun yang lalu, Kwik telah membeberkan nasib yang bakal dialami konglemerat Indonesia: cepat meroket dan meraksasa dan kemudian rontok karena sebetulnya semu dan keropos. Sebelum orang teriak-teriak KKN Kwik dengan gamblang meaparkan praktek-praktek koruptif dan kolutif. Agar mimpi buruk itu berakhir, sekaranglah saatnya mempertimbangkan apa-apa sebaiknya dilakukan, dihindari, atau dibuang dalam perekonomian seperti usulan Kwik.
Pengamat ekonomi kelahiran Juwana, Jawa Tengah, 11 Januari 1935, menjalani pendidikannya di SMA Bagian G (1955); Fakultas Ekonomi UI, Jakarta (1956 tingkat persiapan); dan Nederlandsche Economische Hogeschool, Rotterdam, Negeri Belanda (1963). Ia mengawali kariernya sebagai Staf lokal KBRI di Den Haag (1963-1964). Ia juga aktif di bidang organisasi dan pendidikan, antara lain sebagai Bendahara Yayasan Trisakti; Bendahara Yayasan Pengembangan Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia Pusat(Yapptis-pusat); Sekretaris Badan Kerja Harian Yayasan Prasetya Mulya; Ketua Bidang Ekonomi Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa Pusat (Bakom PKB Pusat); Kolumnis masalah ekonomi dan manajemen.