"Dalam novel ini Sobary bicara soal "absurditas". Baginya, dunia sosial memiliki struktur yang tampak teratur, pola-polanya mudah dibaca, aturan-aturannya jelas, seperti dalam birokrasi kantor, tapi jalan hidup manusia tak selalu setia pada garis yang ditentukan struktur sosial. Ada garis hidup yang tak terbaca mata dan hati kita, tapi berkuasa dan sangat menentukan. Dan itu yang baginya selalu menjadi kejutan-kejutan kecil yang keindahannya tak mudah dimengerti. Tak mengherankan ia pun selalu bertanya dan memperoleh jawaban yang lebih merupakan pertanyaan-pertanyaan baru yang membuatnya makin penasaran. Inilah pertanyaan Sobary: Aku mungkin hanya musafir iseng tak punya tujuan? Apa yang kucari? Aku terpenjara oleh kantor, oleh keluarga, oleh orangtua dan mertua, oleh istri dan anak-anak. Tapi siapa bilang aku tak terpenjara oleh nafsuku sendiri, dan kecenderungan-kecenderungan sok mengejar apa yang abadi, tapi tak sadar telah kandas di atas segala yang fana?"
Lahir di Bantul, Yogyakarta 7 Agustus 1952. Mimpinya dulu adalah menjadi ahli agama; untuk itu ia ingin sekolah di PGA dan IAIN. Tapi nasib melemparkannya ke Sekolah Pekerjaan Sosial Atas, kemudian ke UI di Dep. Sosiologi. Sekarang ingin sekali masuk dunia pesantren.Intelektual muda keluaran Monash, Australia, ini amat tertarik pada kehidupan orang kevil. Itulah yang membuat dia pernah bekerja di Christian Children`s Fund tahun 1978-1979; dan sampai tahun 1993 bekerja pada Divisi Komunikasi Yayasan Indonesia Sejahtera, sebuah LSM di Jakarta.