Cinta Giok Hong terhadap Tek Siang hampir tulus, ketika prahara besar melanda Gang Pinggir. Di masa sulit menjelang kehancuran Orde Lama, keduanya terpaksa berpisah. Primadona Orkes Cina Tjahaja Timoer itu terjebak dalam pusaran intrik para tauke rakus. Ia diumpankan Tek Siang kepada lawan-lawannya, sekaligus dicintai sebagai kekasih simpanan.
Kelak, Giok Hong memaksa berontak terhadap takdirnya. Perlawanannya diwujudkan dalam penyamaran rahasia. Diduga, Boenga Lily adalah penjelmaan dari Giok Hong yang mencoba merebut kembali kegemilangannya. Sayang, sebuah kekuatan besar berusaha melenyapkannya.
Novel ini bercerita tentang perempuan, politik, dan kekuasaan. Masih tentang Indonesia, meski dari sisi pandang berbeda.
*** Novel ini menjadi menarik karena ditulis oleh seorang sastrawan Semarang bukan keturunan Tionghoa. Berkisah tentang seorang perempuan Tionghoa dengan berbagai lekuk-liku kehidupan di Indonesia, yang sempat secara politis tidak kondusif bagi kaum keturunan Tionghoa. - Jaya Suprana; budayawan Indonesia keturunan Tionghoa yang telanjur cinta Indonesia
Saya telah membaca habis novel ini, saya menyambut penulisan tema-tema seperti ini. - Remy Sylado; novelis