Sesungguhnya dia punya pilihan gampang dan me nye - nangkan. Dengan gelar Meester in de Rechten da ri Uni ver - sitas Leiden, ia tak kurang suatu apa un tuk menjadi ka ya raya dan sejahtera.
Namun, Yap Thiam Hien memilih jalan lain. Mi sal nya: Ketika kantor pengacara lain mengenakan ta rif Rp40 juta per klien, biaya yang dikutip Yap ha nya Rp5-10 juta. Tak jarang ia menggratiskan ja sa ke pe nga caraannya. Pembelaannya memburu ke be nar an, bukan sekadar keme nangan. Apalagi hanya me ra pat kepada siapa yang berani bayar atau ber ku asa. Maka, tukang kecap ia bela. Dalam sidang Soe ban drio―bekas wakil perdana menteri yang sebe narnya musuh politik Yap dan didakwa terlibat ku de ta 1965―ia tampil sebagai pembela.
“Jika Saudara hendak menang perkara, jangan pi lih saya sebagai pengacara Anda, karena kita pasti akan kalah. Tapi, jika Saudara cukup dan puas me ngemukakan kebenaran Saudara, saya mau menjadi pembela Saudara.” Itu prinsip sang bahadur.
Kisah Yap Thiam Hien merupakan jilid pertama seri “Pene - gak Hukum”, yang diangkat dari liputan khusus Maja lah Berita Mingguan Tempo, Juni 2013, untuk mem pe ringati 100 tahun hari lahir Yap. Menyorot sepak ter jang para pen - dekar hukum, serial ini ingin menun juk kan bahwa di tengah sengkarut zaman kita tak selalu ke hilangan harapan.