Jalan damai syiar Islam tak hanya dilakukan Wali Sanga di Jawa. Setelah era mereka, di Aceh, misalnya, Abdurrauf al-Singkili mampu menjadi penengah pertikaian antar-pemeluk Islam dan mengembangkan tarekat Syattariyah. Dia menekankan, umat Islam tidak boleh sembarangan menuduh orang atau kelompok lain sesat dan kafir. Di Pulau Bawean, Waliyah Zainab meneruskan misi suaminya yang tewas untuk menyebarkan Islam dengan menonjolkan kesadaran komunal lewat zikir dan puja-puji. Selain Abdurrauf al-Singkili dan Zainab, buku ini mengisahkan sembilan tokoh lain dari penjuru Nusantara yang menyebarkan Islam secara damai. Mereka ialah Burhanuddin Ulakan dari Padang Pariaman, Sumatra Barat; Tubagus Muhammad Falak bin Abbas dari Bogor; Syekh Abdul Muhyi dari Tasikmalaya; Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dari Banjarmasin; Sunan Prapen, cucu Sunan Giri, yang menyebarkan Islam hingga Lombok, Nusa Tenggara Barat; Datuk ri Bandang, Datuk ri Pattimang, dan Datuk ri Tiro dari Minangkabau yang menyebarkan Islam di Sulawesi hingga Bima, Nusa Tenggara Barat; dan Syekh Yusuf al-Makassari dari Sulawesi, yang melakukan syiar di Banten dan luar negeri. Semoga kisah mereka—yang memperbesar nama Islam di Nusantara—dapat menjadi teladan untuk memaknai kembali nilai keislaman yang tidak saling menghujat dan menganiaya, melainkan mendekatkan kita kepada Sang Pencipta.