Salah satu kebahagiaan di negeri Twitter: menemukan mereka yang menyukai percakapan, bukan permusuhan.
13 Februari 2011, 07:25
Meski bersifat pendek, Twitter memiliki pesona dan kekuatan tersendiri dalam ranah media sosial. Justru dalam batasan ruangnya, Twitter mampu menghimpun pesan-pesan yang langsung menuju sasaran. Kebebasan berpendapat di dalam Twitter membuat dinamika media ini begitu hidup, sekaligus menjadikan nilai sebuah pendapat lebih absolut ketimbang sosok atau figur seseorang. Twitter tidak memerlukan sosok terkenal untuk membuat sebuah pendapat menjadi bernilai dan disukai penghuninya.
Karakteristik unik Twitter ini yang mendorong Goenawan Mohamad untuk menggunakannya sebagai media alternatif penyampaian opini yang hampir sepenuhnya dikuasai media besar. Sejak 6 Desember 2009, dia kemudian aktif menulis clethukan-clethukan yang merupakan responsnya atas berbagai peristiwa.
Hingga kini Goenawan Mohamad terbilang rajin menulis tweet. Setiap hari, rata-rata dia bisa menulis dari lima hingga sepuluh lebih tweet yang selalu diawalinya dengan ucapan selamat pagi. Buku ini menghimpun clethukan-clethukan Goenawan berikut "Kul-Twit" yang merupakan singkatan "Kuliah lewat Twitter". Suatu sebutan menarik yang sebenarnya memperlihatkan bagaimana media baru yang sependek Twitter, tetap bisa digunakan untuk menyampaikan atau menjelaskan sebuah topik khusus.
Terhimpun dalam satu buku, tulisan-tulisan pendek Goenawan Mohamad yang selama ini tersiar lewat Twitter, terkompilasi di buku ini berdasarkan topik. Membacanya satu per satu, kita akan diajak untuk melihat peristiwa demi peristiwa dalam pandangan yang menyuguhkan informasi baru, tak terpikirkan, unik, dan sering kali satir.
SELEPAS jadi pemimpin redaksi majalah Tempo dua periode (1971-1993 dan 1998-1999), Goenawan nyaris jadi apa yang ia pernah tulis dalam sebuah esainya: transit lounger. Seorang yang berkeliling dari satu negara ke negara la¬in: mengajar, berceramah, menulis. Seorang yang berpindah dari satu tempat penantian ke tempatpenantian berikutnya,tapiakhirnya hanya punya sebuah Indonesia. Seperti ditulisnya dalam sebuah sajaknya: "Barangkali memang ada sebuah negeri yang ingin kita lepaskan tapi tak kunjung hilang.
Dalam perjalanan itu lahir sejumlah karya. Bersama musisi Tony Prabowo dan Jarrad Powel ia membuat libretto untuk opera Kali (dimulai 1996, tapi dalam revisi sampai 2003) dan dengan Tony, The King's Witch (1997-2000). Yang pertama dipentaskan di Seattle (2000), yang kedua di New York. Di tahun 2006, Pastoral, se¬buah konser Tony Prabowo dengan puisi Goenawan, dimainkan di Tokyo, 2006. Di tahun ini juga ia mengerjakan teks untuk drama tari Kali-Yuga bersama koreografer Wayan Dibya dan penari Ketut Rina beserta Gamelan Sekar Jaya di Berke¬ley, California. Tapi ia juga ikut dalam seni pertunjukan di dalam negeri. Dalam bahasa Indonesia dan Jawa, Goenawan menulis teks untuk wayang kulit yang dimainkan dalang Sudjiwo Tedjo, Wisanggeni, (1995) dan dalang Slamet Gundono, Alap-alapan Surtikanti (2002), dan drama tari Panji Sepuh koreografi Sulistio Tirtosudarmo. la menulis dan menyutradarai ...