Sejak kelas dua SD, Kwik Kian Gie (KKG) harus mencari
ZAMAN
sekolah sendiri. Ia berjalan kaki dari satu sekolah ke
sekolah lainnya, menghadap guru kepala, dan meminta
menjadi murid. Selama pendudukan Jepang, ia sampai
tiga kali ganti sekolah, ditambah sekali pindah ke sekolah
Belanda. Namun, di sekolah Belanda itu, ia hanya
bertahan tiga hari karena tak sepatah kata pun dalam
bahasa Belanda yang dikuasainya. Meskipun dengan
latar belakang pendidikan yang sangat berantakan, KKG
akhirnya berhasil menyelesaikan studi pada universitas
yang cukup baik di Eropa.
Melalui buku ini, Menelusuri Zaman: Memoar dan Catatan
Kritis Kwik Kian Gie, KKG bukan pertama-tama ingin
berkisah tentang sejarah hidupnya—meskipun memang
tidak dapat terhindarkan. Ia justru ingin menuangkan
dengan tegas pendapat dan pikiran-pikirannya yang kritis
tentang bangsa dan negara yang dicintainya: Indonesia.
Pengamat ekonomi kelahiran Juwana, Jawa Tengah, 11 Januari 1935, menjalani pendidikannya di SMA Bagian G (1955); Fakultas Ekonomi UI, Jakarta (1956 tingkat persiapan); dan Nederlandsche Economische Hogeschool, Rotterdam, Negeri Belanda (1963). Ia mengawali kariernya sebagai Staf lokal KBRI di Den Haag (1963-1964). Ia juga aktif di bidang organisasi dan pendidikan, antara lain sebagai Bendahara Yayasan Trisakti; Bendahara Yayasan Pengembangan Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia Pusat(Yapptis-pusat); Sekretaris Badan Kerja Harian Yayasan Prasetya Mulya; Ketua Bidang Ekonomi Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa Pusat (Bakom PKB Pusat); Kolumnis masalah ekonomi dan manajemen.