(Untuk Eli Nurlaeli di Banten)
Saya dulu sekolah di salah satu SD Muhammadiyah yang ada di kota Palembang. Di sekolah itu, selain pelajaran-pelajaran umum, ada juga beberapa pelajaran tambahan, yang waktu itu disebut sebagai muatan lokal. Di antaranya, Kemuhammadiyahan. Di dalamnya, saya diajarkan tentang arti dan tujuan dari pendidikan yang diinginkan oleh Muhammadiyah. Sepintas kedengaran seperti indoktrinasi. Tapi, sebenarnya bukan, dan kamiagaknyamasih menyenanginya ketimbang pelajaran Pendidikan Moral Pancasila. Seperti Ikal dan kawan-kawan.
Ikal bersekolah di SD Muhammadiyah Belitung (disebut juga Belitong). Berbeda dengan saya yang di ibukota Propinsi Sumatera Selatan (waktu itu Belitung masih satu propinsi dengan Palembang), kondisi sekolahnya menyedihkan. Bangunan sekolah sudah doyong-hampir-roboh. Tak ada alat-alat bantu pendidikan seperti tabel-tabel perkalian. Gambar burung garuda pun tak punya, malah.
Sebagai sesama murid SD Muhammadiyah, rasanya kami sadar sekali kedudukan sekolah kami dibanding di antara sekolah-sekolah yang lain. Biasanya, baik di Palembang maupun di Belitung, predikat sebagai sekolah favorit dipegang oleh sekolah-sekolah swasta yang didukung penuh biayanya oleh institusi tertentu. Di Palembang waktu itu, sekolah favorit jelas SD Xaverius I, II, III, dan IV yang didukung oleh Yayasan Xaverius. Adapun di Belitung, sekolah favorit jelas SD PN Timah yang didukung penuh biayanya oleh Perusahaan Negara (PN) Timah. Meski didukung oleh Muhammadiyah, sekolah kami
... Baca Selengkapnya