Pada lanskap yang sureal, Margio adalah bocah yang menggiring babi ke dalam perangkap. Namun di sore ketika seharusnya rehat menanti musim perburuan, ia terperosok dalam tragedi pembunuhan paling brutal. Di balik motif-motif yang berhamburan, antara cinta dan pengkhianatan, rasa takut dan berahi, bunga dan darah, ia menyangkal dengan tandas. “Bukan aku yang melakukannya,” ia berkata dan melanjutkan, “Ada harimau di dalam tubuhku.”
“Tight, focused and thrilling. Like a good crime novel, Man Tiger (Lelaki Harimau) works best when read in a single sitting, and its propulsive suspense is all the more remarkable because Kurniawan reveals both victim and murderer in the first sen - tence.” — Jon Fasman, The New York Times
“Brilliant, tight-knit and frightening village tragedy.” — Benedict Anderson, New Left Review
“Refreshingly, Kurniawan puts value on literature as entertainment, and his books are certainly that.” — Deborah Smith, The Guardian
“Deskripsi perkembangan psikologis para tokoh Lelaki Harimau membuat kita menyadari betapa nilai-nilai moral yang diajarkan dalam kehidupan sehari-hari ternyata terlalu sederhana, tak memadai untuk menilai kehidupan manusia yang penuh liku-liku.” — Katrin Bandel, Kompas
Profil Penulis:
Eka Kurniawan lahir di Tasikmalaya, 1975. Ia menyelesaikan studi dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, 1999. Novelnya yang sudah terbit adalah Cantik Itu Luka (2002), Lelaki Harimau (2004), Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2014), O (2016), dan Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong (2024). Ia juga menerbitkan kumpulan cerita pendek, esai, dan menulis skenario film. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke lebih dari tiga puluh bahasa. Ia memperoleh penghargaan Emerging Voice Financial Times/Oppenheimer Award 2016, Prince Claus Awards 2018, serta beberapa penghargaan lain.
Eka Kurniawan lahir di sebuah desa, dua jam dari Tasikmalaya, 28 November 1975 dan tinggal di sana dengan keempat kakek-neneknya. Desa itulah yang menjadi pijakan awal O Anjing. Beberapa bahan lainnya diperoleh dari tempat lain: ia mengikuti orangtuanya tinggal di perkebunan karet di Cilacap, sebelum mereka pindah lagi ke kota kecil Pangandaran.Di kota itulah, tepatnya ketika masuk SMPN 1 Pangandaran, keinginan untuk menulis pertama kali muncul. Barangkali didorong oleh perkenalannya dengan buku bacaan yang disewakan oleh taman bacaan yang berkeliling dengan sepeda. Puisi pertamanya muncul di majalah anak-anak Sahabat. Ia juga menulis cerpen-cerpen lucu untuk dibaca teman-temannya. Sekolahnya dilanjutkan ke SMAN 1 Tasikmalaya dan tinggal bersama bibinya. Di sana ia lebih banyak di perpustakaan sekolah, menulis di rumah (ayahnya menghadiahinya mesin tik portable karena berhasil meraih lima besar lulusan terbaik) hingga kemudian ia merasa bosan. Ia memulai perjalanan selama berminggu-minggu melintasi kota-kota hingga Jakarta, kemudian berbelok ke timur melewati Cirebon, Tegal, dan Purwokerto. Ketika ia kembali, sekolah telah mengeluarkannya. Ia kembali ke Pangandaran dan masuk SMA PGRI, satu-satunya sekolah yang mau menerimanya tanpa harus mengulang kelas. Selama empat semester ia berhasil mempertahankan ranking pertama tanpa kehilangan kegemarannya untuk membolos; ia suka menjelajahi daerah-daerah sekitar. Tempat favoritnya adalah rawa-rawa Segara Anakan (tempat ...