"Selamat, Maria!" seru Guntur, susah payah mendekati gadis itu. "Mainmu bagus sekali! Benar nggak sih kakimu dari kayu?". "Dia cewek pilihan Tuhan!" bentak Rena kepada Guntur. "Kamu jangan kurang ajar!". "Satemu kutambah dua porsi lagi kalau kamu berhasil mengajak dia, Ren!". "Huu, sate sih apaan! Kalau Maria yang kamu mau, upahnya mesti bistik ayam!". "Bistik gajah pun boleh, Ren! Kamu tinggal pilih aja di Bonbin Ragunan, mau yang mana! Besok binatang itu udah jadi bistik di piringmu!". "Mendingan kamu lekas-lekas menggelinding pergi, Tur! Teman-temanku sudah siap mengeroyokmu!". "Masa ngajak dia pergi aja nggak boleh? Ini sekolah apa biara?". "Surat kelakuan baikmu meragukan!". "Kalau begitu kamu yang harus kasih aku rekomendasi, Ren!". "Wah, aku sendiri tidak percaya kok sama kamu!". "Jadi aku mesti berusaha sendiri nih? Oke, Neng! Lihat saja nanti!". Dan Guntur benar-benar melaksanakan ancamannya. Dikejarnya Maria ke mana pun dia pergi, di mana pun dia bersembunyi. Bahkan ketika gadis kuper yang misterius itu terkapar di rumah sakit, Guntur masih sanggup menggunakan akal bulusnya untuk melarikan Maria! Namun janji tak dapat diingkari... Di ujung tragedi yang membalikkan kehidupan remaja mereka yang memerah jambu, akhirnya Maria menemukan dirinya sendiri...
Mira W lahir dan dibesarkan di Jakarta, menempuh dan menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakt, Jakarta. Sekarang bertugas di Universitas Prof.Dr.Moestopo sebagai staf pengajar merangkap dokter di Klinik Karyawan dan Mahasiswa. Mulai menulis cerpen di majalah-majalah ibukota seperti Femina, Kartini, Dewi, dan lain-lain sejak tahun 1975, dengan nama M.Wijaya. Cerpennya yang pertama berjudul Benteng Kasih, dimuat dalam majalah Femina tahun 1975. Menulis novel sejak tahun 1977, mula-mula dimuat sebagai cerber di majalah Dewi dengan judul Dokter Nona Friska, kemudian dibukukan dengan judul Kemilau Kemuning Senja dan pernah difilmkan dengan judul yang sama. Novelnya yang kedua berjudul Sepolos Cinta Dini, pernah dimuat sebagai cerber di harian Kompas tahun 1978, kemudian dibukukan oleh Gramedia. Istimewanya, hampir semua novelnya sudah difilmkan dan disinetronkan.