Cerita Sang FX diprosakan dari sebuah libretto, pertama dipentaskan di Jakarta, 18 September 2008, dalam rangka 150 tahun Serikat Jesus (SJ) menginjakkan kaki di Tanjung Priok.
Fransiskus Xaverius (FX) merupakan sosok perdana pengajar bahasa Melayu huruf latin ketika Nusantara masih diajah Portugis di tahun 1546. Bekerja dengan seorang munsyi di Malaka, ia menerjemahkan empat pustaka gerejawi: Doa Bapa Kami, Salam Maria, Kredo, dan Dekalog, lalu menyiar di Maluku. Siapa yang bisa menghafal ayat-ayat Bahasa Melayu itu lantas dibaptiskan. Secara pastoral, tindakan itu memang tidak lazim, tetapi secara kultural peristiwa itu seyogyanya dianggap sebagai titik awal meluasnya Bahasa Melayu aksara latin. (Setelah Belanda mengalahkan Portugis, maka Belanda pun menjadikan lingua franca Melayu yang notabene telah mengkhalayak di Maluku bertkat karya misioner FX tersebut sebagai bahasa administratif pemerintahan kolonialnya.)
Alif Danya Munsyi alias Remy Sylado alias entah siapa lagi, yang nama aslinya Yapi Tambayong, banyak menulis puisi, cerpen, novel, drama, esai, kolom, kiritik, skenario, serta buku-buku tentang musikologi, dramaturgi, bahasa, dan teologi. Ia pernah bekerja sebagai wartawan harian dan majalah di Semarang, Bandung dan Jakarta. Perhatiannya pada bahasa dan sastra mendorongnya mempelajari banyak bahasa. Seniman multidimensi ini lahir di Makassar, dan menghabiskan masa kanak-kanak dan remaja di Semarang dan Solo.