"Buku ini (Markesot Bertutur Lagi) mampu mengharu-biru pe rasa an pembacanya dengan humor, keseriusan, sikap kritis, kepolosan, kesedihan, dan kekaguman." - Kompas, 16 Januari 1994
Buku yang berada di tangan pembaca ini merupakan kelanjutan petualangan Markesot dalam mengarungi samudra permasalahan kita. Dibandingkan dengan "buku pertama"-nya, "buku kedua"-nya ini lebih seru dan lebih mengajak kita untuk merenungi hakikat kehidupan—tanpa menghilangkan sama sekali nuansa guyonan (canda) yang memang telah menjadi ciri khasnya. "Pada hakikatnya, Markesot 'hanyaiah' sebuah cara (untuk tetap) bertahan menjadi manusia," ujar Emha Ainun Nadjib dalam mengantarkan buku ini.
Emha Ainun Nadjib lahir di Jombang, Jatim, 27 Mei 1953. Dia adalah seorang budayawan multitalenta: penyair, penulis esai, pegiatteater, pemusik, dan Iain-lain. Sebagai seorang penulis, Emha sangat produktif, telah menghasilkan puluhan buku. Di antara karya-karya emasnya yang diterbitkan Mizan adalah Dari Pojok Sejarah (1985), Seribu Masjid Satu Jumlahnya (1990), Secangkir Kopi Jon Pakir(\ 992), Markesot Bertutur (1993), dan Markesot Bertutur Lagi (1994). Selain berkiprah di dunia tulis-menulis, Emha juga merupakan motor penggerak di balik kelompok musik Kiai Kanjeng dan pengajian komunitas Jamaah Maiyah yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.
Emha Ainun Nadjib,lahir di Jombang, Jawa Timur, pada tanggal 27 Mei 1953, sebagai anak keempat dari 15 bersaudara. Ia mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Modern Gontor dan meneruskan ke Universitas Gadjah Mada (hanya sebentar). Pada 1970 - 1975 hidup menggelandang di Malioboro, Yogya, ketika belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi. Dan pernah menjadi redaktur harian Masa Kini (Yogyakarta), pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta), dan grup musik Kyai Kanjeng hingga kini. Ia mengikuti berbagai festival puisi antara lain di Belanda dan Jerman. Karyanya yang diterbitkan Gramedia adalah Trilogi Doa Mencabut Kutukan.