Namaku Flory. Usia mendekati tiga puluh dua. Status? Tentu saja single! Karena itu Mamz memutuskan mencarikan Datuk Maringgi abad modern untukku.
"Kenapa, sih, gue jadi nggak normal cuma gara-gara gue belom kawin?!"
"Karena elo punya kantong rahim, Darling,” jawab Dina kalem. “Kantong rahim sama kayak susu Ultra. Mereka punya expired date."
"Yeah," sahutku sinis. "Sementara sperma kayak wine. Masih berlaku untuk jangka waktu yang lama."
Mamz pikir aku belum menikah karena nasibku yang buruk. Dan kalau beliau tidak segera bertindak, maka nasibku akan semakin memburuk. Tapi Mamz lupa bertanya apa alasanku hingga belum tergerak untuk melangkah ke arah sana.
Alasanku simple. Karena Mamz dan Papz bukan pasangan Huxtable. Mungkin jauh di dalam hatinya, mereka menyesali keputusannya untuk menikah. Atau paling tidak, menyesali pilihannya. Seperti Dina, sahabatku.
"Kenapa sih elo bisa kawin sama laki?!"
Dina tergelak mendengarnya. "Hormon, Darling! Kadang-kadang kerja hormon kayak telegram. Salah ketik waktu ngirim sinyal ke otak. Mestinya horny, dia ngetik cinta!" See??
"Oh my God!" desah Kika ngeri. "Pernikahan adalah waktu yang terlalu lama untuk cinta!" Yup! That’s my reason, Darling!
bukunya Riri Sardjono favorit sayaaahhh
udah baca buku ini sejak cetakan lama yg covernya item, tapi bukunya dipinjem temen dan ilang. Sejak 2011 sering rese minta GagasMedia cetak ulang, dari mention di twitter sampai kirim email berkali-kali :" dan akhirnya cetak ulang lagi 2013!
ceritanya seru, paling suka dialog antar tokoh yang cablak dan vulgar tapi sebenernya bermakna, suka banget karakter Vadin
Kecewa benar2 kecewa sama isi buku ini. Saya pikir hanya diawal2 saja ceritanya tidak menarik, yang membuat saya benar2 bosan, ternyata hampir seluruh isi buku ini benar2 membosankan.