"Dapatkah dibenarkan shalat Jumat di aula yang bukan masjid, yang juga digunakan untuk acara lain seperti Natal. Dan, di ujung safnya terdapat patung setengah badan pendiri bangunan itu. Ketika shalat patung itu ditutup kain atau tripleks."
"Saya ingin menanyakan tentang pelaksanaan shalat sunah atau tahiyatul masjid ketika khatib sedang menyampaikan khutbah Jumat. Bukankah mendengar khutbah itu wajib, sementara shalat tahiyatul masjid itu sunnah. Dengan demikian apakah bisa dikatakan shalat tersebut haram hukumnya?"
Di atas adalah cuplikan tanya-jawab dengan Prof Dr Quraish Shihab yang pernah dimuat di harian Republika sejak tahun 1994, baik di Suplemen Ramadhan atau di Suplemen Dialog Jumat. Pertanyaan pembaca begitu beragam: soal shalat wajib, shalat sunah, tayamum, wudhu, shalat tiga waktu, shalat Tarawih, shalat Jumat, shalat berjamaah, dan lain sebagainya. Jawaban Prof Dr Quraish Shihab yang langsung menuju sasaran dengan bahasa yang sederhana membuat buku ini menjadi enak dibaca.
Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab. Ia lahir tanggal 16 Februari 1944 di Rapang, Sulawesi Selatan.[1] Ia berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya, Prof. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina dua perguruan tinggi di Ujungpandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujungpandang. Ia juga tercatat sebagai rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959 - 1965 dan IAIN 1972 - 1977.