Persoalan akal dan wahyu merupakan salah satu tema klasik dalam wacana keilmuan Islam. Pemikir sekaliber Ibn Sina dan Al-Ghazali pun turut memperbincangkannya. Banyak sekali ayat-ayat Al-Quran yang mendorong setiap Muslim untuk memaksimalkan penggunaan akalnya. Jika demikian, apakah banyaknya anjuran semacam itu berbanding lurus dengan kemampuan akal untuk menjangkau seluruh dimensi ajaran Islam?
Buku Logika Agama ini merekam gejolak pemikiran M. Quraish Shihab muda ketika sedang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Di dalamnya dibicarakan tentang:
Perubahan dan Evolusi
Islam dan Akal
Jalan Pencerahan Diri
Banyak orang yang sebenarnya berotak jenius masih ragu menggunakan akalnya karena takut melanggar batas yang dibolehkan agama. Tapi banyak pula orang yang begitu yakin dengan kemampuan akalnya sehingga mematok kemasukakalan sebagai ukuran diterima-tidaknya suatu ajaran agama.
Buku ini menyajikan pemahaman yang seimbang seputar kedudukan agama pada satu pihak, dan peranan akal dalam membangun sikap keberagaman yang benar pada pihak lain. Apa kemungkinan-kemungkinan yang bisa dijangkau akal untuk mempertemukan tuntunan agama pada satu pihak dan tuntutan zaman pada pihak lain. Dan bagaimana pelbagai perubahan yang terjadi harus disikapi dengan sudut pandang dan cara yang dibenarkan agama.
Anda akan tercengang karena persoalan yang tergolong pelik tersebut disajikan dengan renyah, sederhana, dan mudah dipahami. Apalagi format pembahasannya dikemas dalam bentuk dialog. Ini tentunya tidak lepas dari kepiawaian dan penguasaan penulis, yang tidak diragukan lagi, terhadap materi yang dibicarakan.
Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab. Ia lahir tanggal 16 Februari 1944 di Rapang, Sulawesi Selatan.[1] Ia berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya, Prof. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina dua perguruan tinggi di Ujungpandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujungpandang. Ia juga tercatat sebagai rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959 - 1965 dan IAIN 1972 - 1977.