Dalam kekalutan menjelang perebutan kekuasaan, Monik dengan teman-temannya di Fakultas Kedokteran Res Publica ikut pula merasakan tekanan serta ketegangan di Kampus, yang sudah dikuasai sepenuhnya oleh golongan mahasiswa yang condong ke kiri.Dalam gejolak masa tersebut, Monik masih harus menghadapi gejolak dirinya sendiri. Dia harus menetapkan siapa yang akan dipilihnya. Martin atau Steve.Steve yang pandai bergaul ternyata lebih menyita hatinya dan dia berusaha tetap setia di tengah banyak godaan. Namun, suatu saat dia melihat kecurangan Steve. Hatinya amat kecewa.Monik menyadari kini siapa sebenarnya yang selama itu dicintainya. Namun sudah terlambat! Martin sudah pergi. Dan Monik ditinggalkan untuk menyesali kebodohan serta kebutaannya.Monik kehilangan jiwa buat selamanya. Hatinya seakan bergema sepanjang masa. Dimanakah Martin? Dimanakah jiwanya kini berada? Martin, aku akan selalu mencintaimu betapapun dahsyatnya ombak kehidupan mencoba menghampaskan hatiku ke atasa karang-karang godaan yang tajam. Dimanakah engkau?! Tidakkah kaudengar gema keputusasaan hatiku?! Tidakkah kau sudi kembali?!Namun Martin tidak bisa lagi mendengar gema hatinya. Dia tak mungkin kembali...
Pada awal tahun tujuh puluhan, saat masyarakat kita haus akan novel hiburan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, bertiuplah angin baru dalam dunia novel kita, Karmila. Novel yang ditulis oleh Marga T yang saat itu masih mahasiswi kedokteran dan terbit pada bulan Desember 1973 itu langsung meledak dan mengalami cetak ulang berkali-kali. Diilhamkan oleh sukses Karmila ini, banyak penulis lain yang kemudian mengikuti jejak Marga T, menulis novel-novel manis. Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman, tulisan Marga T yang kini dokter merangkap ibu rumah tangga semakin bervariasi. Tidak hanya kisah-kisah cinta yang manis, tetapi juga novel detektif, spionase, dan bahkan cerita satire. Tetapi apa pun bentuk tulisannya, semuanya tetap memperlihatkan kebolehan Marga T. sebagai juru cerita yang lihai.