Yos tidak kembali dari ekskursi mendaki gunung. Mianti hanya dapat menangis. Dalam hati. Sorenya, resmi ditempel di papan pengumuman, bahwa Yos sudah tewas. Kebaktian untuk arwahnya akan dilakukan di aula seminggu kemudian.Mianti berdiri terpaku menatap pengumuman. Lebih setahun lalu, dia juga berdiri di sini. Melihat hasil tes. Seorang laki-laki telah menghampirinya dan ngotot ingin tahu, apakah nomornya ada atau tidak. Dia tidak menjawab, hingga akhirnya orang itu hilang sabar dan menjawilnya. "Eh, no berapa sih?"Matanya berlinang mengingat semua itu. Laki-laki itu kini sudah tewas? Bohong! Kertas itu dusta! Yos tidak kenapa-kenapa. Dia tidak mati! Dia tidak matiii! Dia tidak..."Jangan menangis, Mi. Tabahkan hatimu. Kita semua memang kehilangan dia."Tapi kau tidak merasa bersalah, Bud. Kau tidak membunuhnya.""Pulanglah. Jangan dipikirkan."Namun Mianti tahu, dia akan selalu memikirkannya. Seumur hidup harus ditanggungnya rasa bersalah itu. Seandainya dia tidak menolak Yos...!
Pada awal tahun tujuh puluhan, saat masyarakat kita haus akan novel hiburan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, bertiuplah angin baru dalam dunia novel kita, Karmila. Novel yang ditulis oleh Marga T yang saat itu masih mahasiswi kedokteran dan terbit pada bulan Desember 1973 itu langsung meledak dan mengalami cetak ulang berkali-kali. Diilhamkan oleh sukses Karmila ini, banyak penulis lain yang kemudian mengikuti jejak Marga T, menulis novel-novel manis. Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman, tulisan Marga T yang kini dokter merangkap ibu rumah tangga semakin bervariasi. Tidak hanya kisah-kisah cinta yang manis, tetapi juga novel detektif, spionase, dan bahkan cerita satire. Tetapi apa pun bentuk tulisannya, semuanya tetap memperlihatkan kebolehan Marga T. sebagai juru cerita yang lihai.